BELAJAR SABAR DARI SITI HAJAR
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Saat ini, kita memasuki puncak dari 10 hari yang istimewa, hari yang bahkan dijadikan sumpah oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Fajr :
وَٱلۡفَجۡرِ (١) وَلَيَالٍ عَشۡرٍ۬ (٢)
"Demi waktu fajar, demi malam yang sepuluh".
Para ulama menafsirkan bahwa maksud malam yang sepuluh adalah 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Dan puncaknya adalah hari ini, hari raya Idul Adha. Satu hari yang memiliki sejarah penting dalam perjalanan hidup manusia. Di hari ini, Nabi Ibrahim AS melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS yang saat itu masih belia.
Berbicara dua Nabi tersebut, kita tidak dapat memisahkan dengan istri atau ibunya. Perempuan yang bertaruh nyawa penuh pengorbanan untuk sang putranya. Kita dapat memetik pelajaran penting dari ibu tersebut. Ibu yang mulia, istimewa itu bernama Siti Hajar, perempuan yang kaya akan kesabaran. Di saat putra yang dilahirkannya masih kecil, ia ditinggalkan berdua saja bersamanya di sebuah lembah yang tandus, tanpa ada tetumbuhan di atasnya.
Kisah ini terekam dalam Al-Qur’an surat Ibrahim ayat 37 :
رَّبَّنَآ إِنِّىٓ أَسۡكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيۡرِ ذِى زَرۡعٍ عِندَ بَيۡتِكَ ٱلۡمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱجۡعَلۡ أَفۡـِٔدَةً۬ مِّنَ ٱلنَّاسِتَہۡوِىٓ إِلَيۡہِمۡ وَٱرۡزُقۡهُم مِّنَ ٱلثَّمَرَٲتِ لَعَلَّهُمۡ يَشۡكُرُونَ (٣٧)
Artinya, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Lembah yang dimaksud pada ayat tersebut adalah Kota Suci Makkah. Setelah Ibrahim AS meninggalkan istri dan anaknya. Siti Hajar membuntuti suaminya dari belakang sambil bertanya “Ibrahim hendak pergi ke manakah engkau?” Apakah engkau akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada sesuatu apapun ini? Lembah tandus, lembah kering, tidak ada air, tidak ada pepohonan ?
Ibrahim AS tidak menjawab pertanyaan istrinya. Beliau terus saja berjalan, Siti hajar kembali mengulangi pertanyaannya, tetapi Ibrahim AS tetap membisu. Akhirnya Siti hajar paham bahwa suaminya pergi bukan karena kemauannya sendiri. Dia mengerti bahwa Allah memerintahkan suaminya untuk pergi. Maka kemudian dia bertanya,“apakah Allah yang memerintahkanmu untuk pergi meninggalkan kami? Ibrahim menjawab, “benar“. Kemudian Ibrahim terus berjalan meninggalkan mereka.
Siti Hajar menyusui Ismail sementara dia sendiri mulai merasa kehausan. Panas matahari saat itu menyengat sehingga terasa begitu mengeringkan tenggorokan. Setelah dua hari, air yang di bawa habis, air susunya pun kering. Siti hajar dan Ismail mulai kehausan, kelaparan. Pada waktu yang bersamaan, makanan pun habis, kegelisahan dan kekhawatiran membayangi Siti Hajar.
Ismail mulai menangis karena kehausan. Kemudian sang ibu meninggalkannya sendirian untuk mencari air. Dengan berlari – lari kecil dia sampai di kaki bukit Shafa. Kemudian dia naik ke atas bukit itu. Di taruhnya kedua telapak tangannya di kening untuk melindungi pandangan matanya dari sinar matahari, kemudian dia menengok ke sana kemari, mencari sumur, manusia, kafilah atau berita. Namun tidak ada sesuatu pun yang tertangkap pandangan matanya. Maka dia bergegas turun dari bukit Shafa dan berlari – lari kecil sampai di bukit Marwa. Dia naik ke atas bukit itu, barangkali dari sana dia melihat seseorang, tetapi tidak ada seorang pun. ( Bayangkan kalau hal ini menimpa ibu ? )
Siti Hajar turun dari bukit Marwa untuk menengok bayinya. Dia mendapati Ismail terus, terus dan terus menangis, tampaknya sang bayi benar-benar kehausan. Melihat anaknya seperti itu, dengan bingung dia kembali ke bukit Shafa dan naik ke atasnya. Kemudian dia ke bukit Marwa dan naik ke atasnya, Siti hajar bolak – balik antara dua bukit, Shafa dan Marwa, sebanyak tujuh kali.
Walaupun bolak balik dari Shafa dan Marwa belum mendapatkan air, dia terus berusaha. Dan akhirnya Allah mengabulkan usahanya, air itu ada di dekat anaknya sendiri. Dari bawah kaki kecil Ismail, memancar air yang kini dikenal sebagai Zamzam, air suci yang tidak pernah kering dan habis, hingga hari ini.
اللهُ اَكْبَرْ- اللهُ اَكْبَرْ- اللهُ اَكْبَرْ- لَاإلٰهَ اِلَّا اللهُ وَ اللهُ أكْبَرُ- اللهُ أكْبَرُ وَ لِلّٰهِ الْحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kisah tersebut menunjukkan betapa perjuangan seorang ibu dalam mengasuh anaknya seorang diri sangat luar biasa. Ia demikian sabar dalam menghadapi salah satu ujian yang teramat berat baginya dari Allah SWT, yaitu ditinggalkan sang suami. Ia memahami, bahwa suaminya, yaitu Nabi Ibrahim meninggalkannya bersama putranya yang masih bayi bukanlah karena kehendak sendiri, melainkan atas perintah Allah SWT. Karenanya, ia menjalani hal tersebut dengan penuh kesabaran, yaitu tahan menghadapi cobaan, tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati, tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu.
Dari kisah tersebut, kita belajar bahwa sabar bukan sekadar menerima nasib lalu berdiam diri begitu saja. Namun, usaha atau ikhtiar tetaplah harus dilakukan sebagai langkah untuk mewujudkan kehidupan. Oleh karena itu dalam menghadapi setiap ujian, cobaan, kesulitan, kerumitan, kita harus sabar menghadapinya, tegar menjalaninya, sadar menerimanya dan ikhtiar untuk mengatasinya.
HAKIKAT KURBAN
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Tiga hari lagi kita akan merayakan hari Raya Idul Adha
Idul adha yang kita rayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijah dikenal dengan sebutan “Idul Qurban”. Perkataan kurban seakar dengan kata taqarrub, yang berarti mendekatkan diri kepada Allah, dimana orang yang memiliki kecukupan harta diperintahkan untuk berkurban, yaitu menyembelih hewan qurban.
Ibadah kurban termasuk ibadah yang tertua dalam sejarah manusia. Ibadah ini dilukiskan QS Al Maidah (5) ayat 27 – 31 berasal dari dua putra Nabi Adam, Habil dan Qobil, yang mempersembahkan kurban mereka kepada Allah. Allah menerima kurban Habil. Karena dilandasi oleh ketulusan dan keikhlasan. Sementara kurban Qobil yang didasari oleh rasa iri dan dengki kepada saudaranya tidak diterima Allah. Karena sakit hati, Qobil akhirnya membunuh Habil. Itulah pembunuhan pertama dalam sejarah manusia.
Dalam perjalanan sejarah, ibadah kurban pun mengalami penyimpangan. Kurban tidak lagi diniatkan untuk mengabdi, berserah diri, menghambakan diri kepada-Nya, tapi “upeti” untuk membujuk agar tuhan-tuhan penguasa alam tidak murka. Bahkan di Mesir kuno, yang dikurbankan adalah manusia (wanita tercantik di negeri itu).
Nabi Ibrahim as bersama putranya Ismail diutus untuk mengembalikan hakikat kurban. Melalui ujian yang mahaberat- Ibrahim as diperintahkan menyembelih putranya, seperti terekam dalam QS As Shaffat (37) ayat 100-102 :
رَبِّ هَبۡ لِى مِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ (١٠٠)
100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh
فَبَشَّرۡنَـٰهُ بِغُلَـٰمٍ حَلِيمٍ۬ (١٠١)
101. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ (١٠٢)
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dari riwayat tersebut diatas kita bisa mengambil beberapa hikmah yang hendaknya dijadikan sebagai pelajaran bagi kita
1. Pertama
Bahwa setiap pengorbanan, ujian kalau dilandasi dengan keimanan, ketulusan dan kecintaan kepada Allah SWT akan terasa ringan, tidak berat untuk melaksakannya
Lihatlah bagaimana Nabi Ibrahim AS, begitu ringan melaksanakan perintah, ujian yang amat berat, ujian yang sangat dasyat untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail AS. Padahal berpuluh-puluh tahun dia mendambakan, mengidamkan, mengharapkan kehadiran seorang anak, dalam setiap doanya :
رَبِّ هَبۡ لِى مِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ (١٠٠)
Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh (QS. As Shoffat (37) : 100
Kemudian Allah SWT mengabulkan doanya dengan kelahiran Nabi Ismail AS, seorang anak yang amat penyabar, penyantun dan lemah lembut. Hati Ibrahim AS begitu bahagia dengan kehadiran seorang anak tercinta, buah hati, belahan jiwa, anak yang jadi dambaan, kebanggaan, harapan sebagai pelanjut keturunan dan perjuangan dimasa yang akan datang. Dan setelah hadir, Nabi Ibrahim AS sangat mencintai, menyayangi anaknya, Nabi Ismail AS, tiba-tiba mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih anaknya tercinta. Mendapatkan perintah seperti ini, Nabi Ibrahim tidak merasa keberatan, karena imannya yang berbicara. Disadari bahwa anak ini adalah karunia dan sekaligus amanat dari Allah SWT. Ketulusan dan keyakinan bahwa Allah SWT membalas pengorbanan seorang hamba, itulah yang menjadikan para kekasih Allah SWT, rela berkorban dengan jiwa dan raga dijalan Allah.
2. Kedua
Bahwa siapapun yang berkorban dengan tulus, maka Allah SWT tidak akan membiarkan hamba tersebut kehilangan kenikmatan yang pernah dikaruniakan kepadanya.
Jika harus ada nikmat yang terkurangi, itu karena Allah ingin menggantinya dengan yang lebih baik dan berarti untuknya. Nabi Ismail AS tidak hilang dari pangkuan Nabi Ibrahim AS, akan tetapi Allah menggantinya dengan domba, gibas yang besar. Nikmat Allah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ismail tidak jadi hilang. Nabi Ismail tetap ada. Dengan kepatuhan dan ketulusan Nabi Ibrahim AS dalam berkorban. Allah SWT memberi nilai dan tambahan nikmat kepada nabi Ibrahim dan Nabi Ismail As, yaitu pembela dan pengayom kota suci Makkah dan akan dikarunia oleh Allah keturunan-keturunan yang sholeh dari para nabi yang datang setelahnya.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
3. Ketiga
Hendaknya kita bisa meneladani sikap pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS dalam kehidupan sehari-hari.
Kita sebagai ayah hendaknya bisa meneladani sikap pengorbanan Nabi Ibrahim, seorang ayah yang patuh, tunduk dan cinta kepada Allah. Kecintaannya kepada Nabi Ismail tidak melebihi kecintaannya kepada Allah SWT. Kecintaanya kepada Ismail tidak melalaikan dan melemahkan pengabdiannya kepada Allah. Kecintaan kepada anak, istri, harta benda, kekayaan, pangkat, jabatan, kedudukan, pekerjaan jangan sampai mengahalangi, mengurangi, membatasi kecintaan kita kepada Allah SWT
Relakah harta benda, kekayaan yang kita kumpulkan bertahun-tahun, dikorbankan untuk kepentingan agama Islam, untuk pembangunan mesjid, yatim piatu dll
Relakah pangkat, jabatan, kedudukan yang kita bangun berpulu-puluh tahun dikorbankan untuk kepentingan syariat Islam.
Kita sebagai anak diharapkan bisa meneladani sikap pengorbanan Nabi Ismail AS, seorang anak yang patuh, tunduk kepada Allah SWT, berbakti, taat dan hormat kepada orang tua. Jadilah Ismail - Ismail masa kini yang pikirnya cerdas dan berkualitas, hatinya tulus dan ikhlas, ucapannya lugas dan pantas, ini tergambar dalam ucapannya ketika mau disembelihan : “Wahai ayah, asahlah pisau yang akan digunakan untuk menyembelihku, agar penyembelihan berjalan dengan baik dan lancar, ikatlah tangan dan kakiku, agar geleparku tidak membuat ayah bimbang, telungkupkanlah wajahku ke tanah, agar ayah tidak sedih melihat wajahku, jaga baju ayah, jangan sampai terkena cipratan darahku, agar ayah tidak iba sehingga mengurangi pahala, dan berikanlah bajuku yang berlumuran darah kepada Ibu, bahwa ayah telah melaksanakan perintah Allah SWT, sampaikan salam perpisahan kepada ibuku”
4. Keempat
Bahwa penyembelihan binatang adalah simbol, yang mengandung arti kita harus menyembelih, memotong sifat-sifat kebinatangan kita.
Ibadah kurban juga mengingatkan bahwa kita mempunyai sifat- sifat hewaniyah, bahimiyah,. Egois, mementingkan diri sendiri, tamak, serakah, suka merusak, menyakiti yang lemah, mau menang sendiri dan tak mau mendengarkan nasihat adalah bagian dari sifat-sifat hewaniyah yang melekat pada manusia. Penyembelihan binatang kurban bisa menjadi perlambang bahwa pelakunya sedang “menyembelih” sifat-sifat hewaniyah yang tidak patut dimiliki oleh manusia yang mulia dan terhormat. Selanjutnya sifat-sifat itu diganti dengan sifat-sifat karimah, seperti suka menolong, sederhana, menyantuni yang lemah, qana’ah, tawadlu dan mau menerima kritik.
Penyembelihan binatang adalah simbol, bahwa kita harus menyembelih, memotong “meuncit” sifat-sifat pelit medit, koret ‘meregehese’, diganti dengan sifat dermawan, saling mengasihi dan menyantuni.
Mudah-mudahan kegiatan ibadah kurban yang akan dilaksanakan oleh kita akan mendapat berkah, maghfirah dan ridho Allah SWT.
Sumber : Sebagian dari Mutiara Hikmah, Buya Yahya, Al Bahjah
ESENSI KURBAN
Ma’asyiral Muslimin,
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Alhamdullah,
kita panjatkan puja dan puji kehadirat Illahi Rabbi, Allah Yang Maha Pemurah, yang telah memberikan nikmat begitu melimpah, antara lain nikmat hidayah, inayah, sehingga kita masih bisa duduk diatas sajadah, ditengah lapangan sekolah, dikelilingi gedung yang megah, untuk murroqobah, untuk muhasabbah, untuk beribadah melaksanakan shalat ‘Idul adha berjamaah.
kita panjatkan puja dan puji kehadirat Illahi Rabbi, Allah Yang Maha Pemurah, yang telah memberikan nikmat begitu melimpah, antara lain nikmat hidayah, inayah, sehingga kita masih bisa duduk diatas sajadah, ditengah lapangan sekolah, dikelilingi gedung yang megah, untuk murroqobah, untuk muhasabbah, untuk beribadah melaksanakan shalat ‘Idul adha berjamaah.
Mudah-mudahan,
dengan pelaksanaan Shalat ‘Id di sekolah, akan menjadikan sekolah kita penuh berkah dan kita semua menjadi Insan karimah, yaitu insan yang ibadahnya selalu istiqomah, hatinya sakinah, jiwanya mutmainah dan akhlaknya selalu terarah.
dengan pelaksanaan Shalat ‘Id di sekolah, akan menjadikan sekolah kita penuh berkah dan kita semua menjadi Insan karimah, yaitu insan yang ibadahnya selalu istiqomah, hatinya sakinah, jiwanya mutmainah dan akhlaknya selalu terarah.
Sholawat dan salam,
marilah kita sampaikan kepada jujunan kita, idola kita, panutan kita, teladan kita, imam kita, nabiyyana, wa habibana, wa syafi’ana, wa maulana Muhammad SAW, yang telah menaburkan rahmat,menyempurnakan nikmat, menyelamatkan umat, dan yang akan memberikan syafaat nanti diakhirat, khususnya bagi umatnya yang rajin maca sholawat.
marilah kita sampaikan kepada jujunan kita, idola kita, panutan kita, teladan kita, imam kita, nabiyyana, wa habibana, wa syafi’ana, wa maulana Muhammad SAW, yang telah menaburkan rahmat,menyempurnakan nikmat, menyelamatkan umat, dan yang akan memberikan syafaat nanti diakhirat, khususnya bagi umatnya yang rajin maca sholawat.
Ma’asyiral Muslimin,
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Semenjak tadi malam suara takbir bergema dalam dada, suara tahlil bergelora dalam jiwa dan suara tahmid bergetar dalam sukma.
الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله اكبر الله أكبر ولله الحمد
Tatkala kita takbir, Allah kecilkan apa-apa yang kita besar-besarkan. Pangkat jabatan, harta kekayaan, kekuasaan kedudukan semuanya kecil dihadapan Allah.
Tatkala kita tahlil, Allah patrikan tauhid kita. Semakin sering kita mengucapkan kalimat tahlil maka semakin kuat keyakinan kita kepada Allah.
Tatkala kita tahmid, Allah tambahkan nikmat kita. Nikmat-nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita sangat banyak sekali. Kita tidak akan sanggup untuk menghitungnya.
Tatkala kita tahlil, Allah patrikan tauhid kita. Semakin sering kita mengucapkan kalimat tahlil maka semakin kuat keyakinan kita kepada Allah.
Tatkala kita tahmid, Allah tambahkan nikmat kita. Nikmat-nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada kita sangat banyak sekali. Kita tidak akan sanggup untuk menghitungnya.
وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ
34. .. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. .
Ucapan takbir, tahlil dan tahmid ini lahir dari bibir kita manakala kita sering memperhatikan, merenungkan dan memikirkan ayat-ayat Allah, baik ayat-ayat Allah yang tersirat dan tersurat dalam Al Qur’an maupun ayat-ayat Allah yang tertulis dan terlukis di alam semesta..
أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى ٱلۡإِبِلِ ڪَيۡفَ خُلِقَتۡ (١٧) وَإِلَى ٱلسَّمَآءِ ڪَيۡفَ رُفِعَتۡ (١٨) وَإِلَى ٱلۡجِبَالِ كَيۡفَ نُصِبَتۡ (١٩) وَإِلَى ٱلۡأَرۡضِ كَيۡفَ سُطِحَتۡ (٢٠)
17. Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia diciptakan,
18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
(QS Al Ghaasyiyah (88 ) ayat 17-20)
18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
(QS Al Ghaasyiyah (88 ) ayat 17-20)
Kita perhatikan, kita renungkan, kita fikirkan bagaimana langit ditinggikan, bumi dihamparkan, gunung ditegakkan, lautan dibentangkan, manusia dihidupkan, binatang diciptakan, angin ditiupkan, matahari dipanaskan.
Tatkala memikirkan semua itu terlahir ucapan “Allahu Akbar”, itulah yang dinamakan Tafakur; memperhatikan, merenungkan dan memikirkan dengan sungguh-sungguh kebesaran dan kekuasaan Allah. Setelah itu kita akan teringat bahwa yang mencitakan, menjadikan, menghidupkan, menggerakkan semua itu hanyalah Allah, terlahirlah ucapan “Laa Illaaha Illallaahu”, itullah Tadzakur; yaitu mengingat dan menyebut nama Allah. Kemudian setelah Tafakur dan Tadzakur berhasil kita lakukan maka akan timbul kesadaran dalam diri kita untuk mensyukuri semua itu, terlahirlah ucapan “Walillaahil hamdu”, itulah Tasyakur; mensyukuri nikmat Allah dengan beribadah kepada Allah. Nikmat-nikmat Allah sungguh sangat banyak sekali, sedangkan syukur kita kepada Allah teramat sedikit. Kita fakir dihadapan Allah, kita juga kikir dalam mengabdi kepada Allah.
Tatkala memikirkan semua itu terlahir ucapan “Allahu Akbar”, itulah yang dinamakan Tafakur; memperhatikan, merenungkan dan memikirkan dengan sungguh-sungguh kebesaran dan kekuasaan Allah. Setelah itu kita akan teringat bahwa yang mencitakan, menjadikan, menghidupkan, menggerakkan semua itu hanyalah Allah, terlahirlah ucapan “Laa Illaaha Illallaahu”, itullah Tadzakur; yaitu mengingat dan menyebut nama Allah. Kemudian setelah Tafakur dan Tadzakur berhasil kita lakukan maka akan timbul kesadaran dalam diri kita untuk mensyukuri semua itu, terlahirlah ucapan “Walillaahil hamdu”, itulah Tasyakur; mensyukuri nikmat Allah dengan beribadah kepada Allah. Nikmat-nikmat Allah sungguh sangat banyak sekali, sedangkan syukur kita kepada Allah teramat sedikit. Kita fakir dihadapan Allah, kita juga kikir dalam mengabdi kepada Allah.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah
Idul adha yang kita rayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijah dikenal dengan sebutan “Idul Qurban”. Perkataan kurban seakar dengan kata taqarrub, yang berarti mendekatkan diri kepada Allah, dimana orang yang memiliki kecukupan harta diperintahkan untuk berkurban, yaitu menyembelih hewan qurban. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Kautsar (108) ayat 1-3
Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah
Idul adha yang kita rayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijah dikenal dengan sebutan “Idul Qurban”. Perkataan kurban seakar dengan kata taqarrub, yang berarti mendekatkan diri kepada Allah, dimana orang yang memiliki kecukupan harta diperintahkan untuk berkurban, yaitu menyembelih hewan qurban. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Kautsar (108) ayat 1-3
إِنَّآ أَعۡطَيۡنَـٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ (١) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ (٢) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ (٣)
1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.
2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.
Ibadah kurban termasuk ibadah yang tertua dalam sejarah manusia. Ibadah ini dilukiskan QS Al Maidah (5) ayat 27 – 31 berasal dari dua putra Nabi Adam, Habil dan Qobil, yang mempersembahkan kurban mereka kepada Allah. Allah menerima kurban Habil. Karena dilandasi oleh ketulusan dan keikhlasan. Sementara kurban Qobil yang didasari oleh rasa iri dan dengki kepada saudaranya tidak diterima Allah. Karena sakit hati, Qobil akhirnya membunuh Habil. Itulah pembunuhan pertama dalam sejarah manusia.
Dalam perjalanan sejarah, ibadah kurban pun mengalami penyimpangan. Kurban tidak lagi diniatkan untuk mengabdi, berserah diri, menghambakan diri kepada-Nya, tapi “upeti” untuk membujuk agar tuhan-tuhan penguasa alam tidak murka. Bahkan di Mesir kuno, yang dikurbankan adalah manusia (wanita tercantik di negeri itu).
Nabi Ibrahim as bersama putranya Ismail diutus untuk mengembalikan hakikat kurban. Melalui ujian yang mahaberat- Ibrahim as diperintahkan menyembelih putranya, seperti terekam dalam QS As Shaffat (37) ayat 100-111
رَبِّ هَبۡ لِى مِنَ ٱلصَّـٰلِحِينَ (١٠٠)
100. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh.
فَبَشَّرۡنَـٰهُ بِغُلَـٰمٍ حَلِيمٍ۬ (١٠١)
101. Maka Kami beri Dia khabar gembira dengan seorang anak yang Amat sabar.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعۡىَ قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلۡمَنَامِ أَنِّىٓ أَذۡبَحُكَ فَٱنظُرۡ مَاذَا تَرَىٰۚ قَالَ يَـٰٓأَبَتِ ٱفۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ (١٠٢)
102. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar”.
فَلَمَّآ أَسۡلَمَا وَتَلَّهُ ۥ لِلۡجَبِينِ (١٠٣)
103. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).
وَنَـٰدَيۡنَـٰهُ أَن يَـٰٓإِبۡرَٲهِيمُ (١٠٤)
104. Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim,
قَدۡ صَدَّقۡتَ ٱلرُّءۡيَآۚ إِنَّا كَذَٲلِكَ نَجۡزِى ٱلۡمُحۡسِنِينَ (١٠٥)
105. Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ ٱلۡبَلَـٰٓؤُاْ ٱلۡمُبِينُ (١٠٦)
106. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
وَفَدَيۡنَـٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيمٍ۬ (١٠٧)
107. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
وَتَرَكۡنَا عَلَيۡهِ فِى ٱلۡأَخِرِينَ (١٠٨)
108. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang Kemudian,
سَلَـٰمٌ عَلَىٰٓ إِبۡرَٲهِيمَ (١٠٩)
109. (yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”
كَذَٲلِكَ نَجۡزِى ٱلۡمُحۡسِنِينَ (١١٠)
110. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
إِنَّهُ ۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُؤۡمِنِينَ (١١١)
111. Sesungguhnya ia Termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.
Demikian Allah telah menyampaikan wahyu-Nya untuk dijadikan sebagai renungan, pelajaran dan hikmah bagi kita semua.
Ma’asyiral Muslimin,
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Keteladanan Nabi Ibrahim menyembelih Ismail patut kita jadikan bahan renungan. Sepasang ayah dan anak yang saling mencintai rela berpisah dan melepas kecintaannya demi memenuhi perintah Allah SWT. Ibrahim adalah cermin seorang ayah yang sangat mencintai anaknya.. Lebih-lebih Ismail terlahir setelah ia berdoa bertahun-tahun tiada henti kepada Allah, Ismail adalah anak impian, dambaan dan kebanggaaan. Maka sejak kecil Ismail ia rawat, pelihara dan didik dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, kecintaanya kepada Ismail tidak melebihi kecintaannya kepada Allah. Kecintaanya kepada Ismail tidak melalaikan dan melemahkan pengabdiannya kepada Allah.
Menurut Ali Syariati (1997), Ismail tersebut sesungguhnya simbol setiap sesuatu yang melemahkan iman, menghalangi perjalanan dan memikirkan kepentingan sendiri. Ismail hanya simbol manusia, benda, pangkat, kedudukan dan kelemahan diri. Ismail adalah simbol istri, pekerjaan, keahlian, kepuasan nafsu, kekuasaan dan lainnya. Semua kelemahan inilah yang harus disembelih dan dikorbankan demi mencapai kurban (kedekatan) diri kepada Allah
Ibadah kurban juga mengingatkan bahwa kita mempunyai sifat- sifat hewaniyah, bahimiyah,. Egois, mementingkan diri sendiri, tamak, serakah, suka merusak, menyakiti yang lemah, mau menang sendiri dan tak mau mendengarkan nasihat adalah bagian dari sifat-sifat hewaniyah yang melekat pada manusia. Penyembelihan binatang kurban bisa menjadi perlambang bahwa pelakunya sedang “menyembelih” sifat-sifat hewaniyah yang tidak patut dimiliki oleh manusia yang mulia dan terhormat. Selanjutnya sifat-sifat itu diganti dengan sifat-sifat karimah, seperti suka menolong, sederhana, menyantuni yang lemah, qana’ah, tawadlu dan mau menerima kritik.
Penyembelihan binatang adalah simbol, bahwa kita harus menyembelih, memotong “meuncit” sifat-sifat pelit medit, koret ‘meregehese’, diganti dengan sifat dermawan, saling mengasihi dan menyantuni.
Ma’asyiral Muslimin,
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Dalam QS Al Hajj (22) ayat 37 Allah berfirman :
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ كَذَٲلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمۡ لِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَٮٰكُمۡۗ وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ (٣٧)
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
Dari ayat diatas Allah menegaskan bahwa daging dan darah binatang kurban sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, melainkan ketaqwaan manusia yang dapat mencapainya. Artinya dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah, kita juga harus mendekatkan hati dan membagi kebahagiaan kepada saudara-saudara kita yang kurang beruntung dengan membagi-bagikan daging kurban.. Lebih-lebih disaat sebagian saudara kita yang sedang tertimpa musibah,bencana banjir bandang di Wasior, bencana tsunami di Mentawai dan bencanagunung merapi di Jawa Tengah
Itulah sebabnya, meskipun ibadah ini tidak wajib (hanya sunnah muakkadah), kecaman Nabi Muhammad SAW terhadap orang yang enggan berkurban sangat keras.
Itulah sebabnya, meskipun ibadah ini tidak wajib (hanya sunnah muakkadah), kecaman Nabi Muhammad SAW terhadap orang yang enggan berkurban sangat keras.
“Siapa yang mampu berkurban tapi tidak mau melakukannya, maka sekali-kali jangan ia dekati tempat shalat (Idul Adha) kami”.
Ma’asyiral Muslimin,
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Kepada anak-anaku yang mengikuti kegiatan sholat Idul Adha di sekolah, marilah kita teladani, jadikan uswatun hasanah, ucap, sikap dan perilaku Ismail. Jadilah Ismail Ismail masa kini yang fikirnya cerdas dan berkualitas, hatinya tulus dan ikhlas, ucapannya lugas dan pantas, sebagaimana tergambar dalam ucapan, ketika ayahnya mengayunkan pisau, Ismail berkata :
“Wahai ayah, ikatlah kaki dan tangan saya kuat-kuat, agar gelepar tubuh saya tidak membuat ayah bimbang. Telungkupkanlah tubuh saya, sehingga muka menghadap ke tanah, supaya ayah tidak sedih melihat wajah saya. Ayah, jagalah darahku jangan sampai memerciki pakaian ayah karena bisa menyebabkan perasaan iba, sehingga akan mengurangi pahala. Dan asahlah pisau itu tajam-tajam, agar penyembelihan berjalan lancar. Wahai ayah, baju saya yang berlumuran darah nanti, bawalah pulang dan serahkan kepada ibu. Ayah sampaikanlah salamku kepada ibu, semoga beliau bersabar menerima ujian ini “
Jamaah Shalat ‘Idul Adha Rahimakumullah
Kepada anak-anaku yang mengikuti kegiatan sholat Idul Adha di sekolah, marilah kita teladani, jadikan uswatun hasanah, ucap, sikap dan perilaku Ismail. Jadilah Ismail Ismail masa kini yang fikirnya cerdas dan berkualitas, hatinya tulus dan ikhlas, ucapannya lugas dan pantas, sebagaimana tergambar dalam ucapan, ketika ayahnya mengayunkan pisau, Ismail berkata :
“Wahai ayah, ikatlah kaki dan tangan saya kuat-kuat, agar gelepar tubuh saya tidak membuat ayah bimbang. Telungkupkanlah tubuh saya, sehingga muka menghadap ke tanah, supaya ayah tidak sedih melihat wajah saya. Ayah, jagalah darahku jangan sampai memerciki pakaian ayah karena bisa menyebabkan perasaan iba, sehingga akan mengurangi pahala. Dan asahlah pisau itu tajam-tajam, agar penyembelihan berjalan lancar. Wahai ayah, baju saya yang berlumuran darah nanti, bawalah pulang dan serahkan kepada ibu. Ayah sampaikanlah salamku kepada ibu, semoga beliau bersabar menerima ujian ini “
Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia, Malaikat kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.”Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha Illahu Allahu Akbar” Yang kemudian disambung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar